Senin, 13 Februari 2012

Siti, sebuah nama sebuah cerita

Hidup ini terkadang memang tidak mudah. Kita perlu mempersiapkan perencanaan yang matang guna mengalahkan kesulitan yang akan menghadang perjalanan kita. Mungkin itulah sebuah kesimpulan yang saya dapatkan setelah memperhatikan kisah hidup dari seorang teman yang kini berada di Malaysia yang kabarnya menjadi seorang pembantu rumah tangga.

Siti, biasanya saya memanggil nama teman saya itu. Dia tiga tahun lebih tua dari saya dan terlahir dalam kondisi keadaan yang bisa dikatakan pas-pasan ekonominya. Ayahnya bekerja sebagai pandai besi dan ibunya sebagai pedagang gorengan.

Siti mungkin termasuk beruntung karena berhasil menyelesaikan pendidikan sampai sekolah menengah atas dengan kerja keras orang tuanya dan tentunya kerja keras dari Siti sendiri. Setelah tamat dari sekolah menengah atas, Siti langsung mencoba melamar pekerjaan dan hingga pada akhirnya dia bekerja di luar pulau Sumatera serta harus berpisah dengan orang tuanya.

Cukup lama Siti bekerja di pulau tersebut. Sementara usia ibunya yang sudah tua, ternyata juga mempengaruhi kondisi fisik orang tuanya. Ayahnya sudah tidak bisa lagi bekerja sebagai pandai besi dan akhirnya menemani sang istri berjualan gorengan.

Hari berganti hari, rasa kangen terhadap anak kandung pun semakin bertambah. Namun rasa kangen ini lebih sering dikubur dalam-dalam karena orang tua Siti tidak mempunyai alat komunikasi untuk menghubungi sang anak tercinta. Jangankan untuk membeli alat komunikasi, untuk makan sehari-hari saja harus dicukup-cukupkan.

Mungkin sudah digariskan oleh Tuhan, saya yang sebelumnya juga tidak punya alat komunikasi, akhirnya diberi alat komunikasi berupa handphone nokia versi lama oleh kakak angkat saya. Walaupun tidak terlalu mahal, namun sangat berguna bagi saya dan juga orang tua Siti. Jadi, handphone tersebut terkadang saya pinjamkan kepada orang tua Siti sehingga bisa mengobati rasa kangen pada anaknya walau hanya lewan suara.

Waktu pun terus berlalu hingga akhirnya Siti mendapatkan seorang lelaki yang akan menikahinya. Tentunya, rasa senang dan bahagia bercampur dengan rasa sedih, hinggap di hati orang tua Siti. Mereka senang karena sang anak telah kembali dan akan menikah. Tetapi juga sedih karena sang anak tidak akan bekerja lagi dan kemudian berpisah kembali karena sang anak akan mengikuti suaminya ke pulau yang terkenal sangat padat jumlah penduduknya.

Hari bahagia tersebut telah dilalui, maka datanglah hari perpisahan tersebut. Siti akhirnya ikut suaminya ke pulau yang sangat diminati banyak orang karena katanya menjanjikan banyak pekerjaan. Sejalan dengan bergantinya waktu, kini Siti telah mempunyai anak dan sudah berusia kurang lebih empat tahun.

Pernikahan, ternyata tidak selamanya indah. Ada hal=hal yang membutuhkan kedewasaan sikap dari masing-masing orang. Selain itu, pernikahan juga ada ilmunya. Saya pun mendapatkan kabar bahwa Siti ternyata telah cerai dengan suaminya dengan alasan yang tidak saya ketahui dan saya pun tidak ingin terlalu jauh mengetahuinya karena itu merupakan privasi mereka.

Sebelum kabar tentang perceraian tersebut terdengar di telinga saya, saya telah mendapatkan kabar bahwa Siti ternyata telah menjadi tenaga kerja Indonesia di Malaysia guna mencari uang. Siti menjadi pembantu rumah tangga di Negara serumpun itu.

Kini, orang tua Siti hanya bisa bersedih. Dia bersedih karena sang anak ternyata memilih untuk pergi merantau ke Negara lain daripada pulang kembali ke tempat tinggal orang tuanya. Selain itu, orang tua siti juga bersedih karena anaknya Siti tidak mau diajak tinggal bersama dengan orang tua Siti dikarenakan tidak terlalu mengenal orang tua siti. Memang, orang tua siti tidak terlalu sering mengunjungi anaknya siti dikarenakan jarak yang cukup jauh dan juga biaya yang cukup besar untuk melakukan perjalanan ke tempat sang menantu.

Kabar terbaru yang saya dapatkan, ternyata ibunya Siti sedang sakit. Beliau sakit karena terlalu memikirkan anaknya yang berada jauh di negeri orang dan juga kefikiran cucunya yang tidak mau ikut dirinya pulang ke Palembang.

Sampai pada posisi ini, saya tidak bisa terlalu banyak membantu. Saya hanya memohon kepada Tuhan agar segera memberikan kesembuhan kepada orang tua Siti dan Siti diberikan dana dan juga jalan sehingga Siti bisa pulang ke Indonesia dan menetap bersama ibunya, hingga kemudian memulai kehidupan yang baru guna menjadi lebih baik lagi.

Selain itu, saya juga bisa berdo’a agar para pemimpin bangsa ini sadar bahwa sebenarnya rakyat sedang kesusahan menjalani hidup sebagai rakyat Indonesia. Sementara para pemimpinya berpoya-poya dan sibuk dengan pencitraan. Semoga Tuhan segera memberikan pengganti para pemimpin yang suka mementingkan diri mereka pribadi dan juga golongan mereka dengan pemimpin yang memikirkan kesejahteraan rakyatnya sehingga akan berusaha sekuat tenaga membantu menjadi perantara Tuhan agar rakyat Indonesia menjadi adil, sejathera, madani, makmur, bermartabat, serta beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT Tuhan yang maha esa.
  • Stumble This
  • Fav This With Technorati
  • Add To Del.icio.us
  • Digg This
  • Add To Facebook
  • Add To Yahoo