Jumat, 04 Mei 2012

Bapak tua mengejek Ustadz Hidayat Nur Wahid

Bapak itu dengan bangga mengatakan bahwa Ustadz Hidayat Nur Wahid berbicara seperti sedang ceramah dan bernada bahwa Ustadz Hidayat Nur Wahid tidak pantas memimpin DKI Jakarta.

Sang bapak tidak menyadari ucapan yang dilontarkannya. Dia tidak mengetahui bahwa dia berbeda level dengan dia. Ustadz Hidayat merupakan seorang tokoh nasional yang sangat dihormati di Indonesia dan diluar negeri.

Mungkin dia tidak mengetahui bahwa seratus lima puluh ribu orang yang berasal dari berbagai agama berada dibawah komando Ustadz Hidayat pada saat demo membela Palestina dan tidak terjadi kerusuhan.

Bapak tersebut juga tidak menyadari bahwa Ketua DPR RI, Marzuki Ali, terpilih menjadi Presiden Parliamentary Union of the OIC Members States (PUIC) atau Persatuan Parlemen Negara Anggota Organisasi Konferensi Islam dikarenakan komunikasi yang sangat baik yang dilakukan oleh Ustadz Hidayat Nur Wahid.

Bapak tersebut juga tidak mengetahui bahwa Ustadz Hidayat sangat disegani oleh pejabat di negara lain sehingga pada saat ada ketegangan pada kongres Parliamentary Union of OIC Member States di Palembang bulan Januari yang lalu, bisa selesai berkat komunikasi dan diskusi yang dilakukan oleh Ustadz Hidayat Nur Wahid.

Selain itu, sang Bapak juga tidak mengetahui bahwa Ulama Dunia sekaliber DR. Yusuf Qordhowi sangat mengagumi Ustadz Hidayat dengan ilmu agama yang dimiliki Ustadz Hidayat dan juga kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh Ustadz Hidayat Nur Wahid.

Bapak tersebut tidak mengetahui bahwa Sang Presiden Amerika, Barack Obama berguru dengan Ustadz Hidayat Nur Wahid. Bahkan Obama memiliki keyakinan bahwa jika Indonesia dipimpin oleh Ustadz Hidayat Nur Wahid, Insya Allah akan menjadi negara yang adil, sejahtera, madani, bermartabat, serta beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Seperti yang telah aku duga sebelumnya, ternyata ada udang dibalik rempeyek. Negara ini terlalu banyak diisi oleh orang-orang yang banyak bacot yang tidak berbot, termasuk sang bapak. Jika agama tidak melarang untuk membuka aib orang lain dan ustadz Hidayat tidak memberikan nasehat untuk menjaga aib orang lain, maka nama mu sudah aku sebut dan akhirnya, engkau juga akan malu..

*teruntuk seorang Bapak.. inget umurr. jangan sok pakam, tapi ternyata :)

Kamis, 19 April 2012

P untuk Persatuan, bukan Perserikatan

Huruf P ( craftjr.com )
Judul diatas merupakan sebuah kesimpulan yang saya dapatkan setelah membaca komentar pada tulisan tentang sejarah Sriwijaya FC sesuai dengan yang saya ketahui. Sebenarnya, tulisan tersebut sudah lama dibuat, tetapi demi penyegaran informasi, akhirnya tulisan tersebut saya posting ke kompasiana.

Ternyata tulisan tersebut mengundang banyak sekali minat para pengunjung untuk membacanya dan juga memberikan komentar. Dari sekian banyak komentar tersebut, saya menilai bahwa sebagian besar komentar banyak yang tidak berbobot. Namun, ada juga komentar yang baik dan bersifat membangun. Komentar dari kompasianer (pengguna kompasiana) tersebut bertanya mengapa PS Palembang tidak kedengaran namanya dan mengapa PS Palembang tidak dibangkitkan kembali.

Komentar yang berupa saran tersebut memang layak ditanggapi dan sebaliknya saya pun menjawab bahwa memang pada saat ini progresifitas PS Palembang belum terlalu baik. Tapi setidaknya akan ada perbaikan yang dilsayakan oleh pengurus terpilih yang dilantik pada bulan september tahun 2011 yang lalu.

Saat ini, Romi Herton, Ketua Umum Pengurus Cabang (Pengcab) PSSI Kota Palembang sedang fokus kepada persiapan pemain usia dini dan juga pemain muda dalam membentuk menyiapkan tim PS Palembang.

"Dibandingkan klub profesional, saat ini kami memilih fokus menyiapkan PS Palembang muda dengan pemain asli dari Palembang untuk tim usia dibawah 13 tahun dan dibawah usia 18 tahun," jelas Romi Herton, Selasa (27/3/2012).

Selain dari komentar tersebut, komentar lainnya tidak saya tanggapin serius. Bahkan cenderung saya bolak-balik dan aku permainkan karena kalimat yang digunakan oleh mereka memang mengundang untuk dibolak-balikkan ataupun berpeluang untuk dipermainkan. Semua saya lakukan atas dasar senang-senang saja karena mereka juga berkomentar asal-asalan.

Tetapi, dari sekian banyak komentar pada tulisan tersebut, komentar tentang P adalah perserikatan, bukan persatuan, adalah sebuah komentar yang langsung menjadi penilaian dan sebuah kesimpulan mengenai yang terjadi selama ini.

Sebagai penikmat sepak bola, saya tidak memihak PSSI versi Djohar Arifin ataupun versi La Nyalla. Perasaan saya pribadi mengatakan bahwa saya tidak harus memihak salah satunya karena satu pihak merasa benar dan menyudutkan pihak lain. Begitu juga sebaliknya, pihak yang dituduh merasa benar dan kembali menuduh.

Saya tidak mau mengganggu orang yang memiliki prinsip mendukung ini ataupun mendukung itu. Saya hanya mendukung Sriwijaya FC dikarenakan saya merasa bahwa kehadiran Sriwijaya FC memberikan keuntungan bagi masyarakat Sumatera Selatan dan juga menjadikan hiburan baru yang mempersatukan semua masyarakat dari berbagai elemen dalam satu wadah kecintaan terhadap Sriwijaya FC.

Setiap tulisan yang saya buat, tidak mau menyudutkan pihak-pihak lain. Tulisan yang saya buat hanya tentang Sriwijaya FC, baik itu tentang serba-serbi pertandingan, hasil pertandingan, maupun informasi lainnya seputar Sriwijaya FC.

Kembali kepada judul, saya menilai bahwa masyarakat pecinta sepak bola tanah air Indonesia sudah terkotak-kotak. Mereka tidak bersatu, tidak ada persatuan lagi. Padahal, bagi mereka yang menjadikan pancasila sebagai asas yang penting untuk diterapkan, sila ketiga berbunyi Persatuan Indonesia. Persatuan Indonesia yang diartikan dengan semua rakyat Indonesia itu harus bersatu tanpa harus terkotak-kotak untuk mendukung ini ataupun mendukung itu.

Selain itu, Indonesia merupakan penduduk yang masyarakatnya lebih banyak beragama Islam. Pada ajaran Islam, terdapat ajaran bagi pemeluknya untuk menciptakan persaudaraan sesama muslim dan juga persaudaraan dengan sesama rakyat dalam satu negara. Bahkan, ummat agama lain juga diajarkan seperti itu, berdasarkan apa yang dilakukan teman-teman dari agama lain terhadap diri saya sendiri.

Tapi memang, sebagian rakyat kita masih mudah untuk diadu domba sehingga akhirnya persatuan itu pun hancur dan saling menghina antara satu dengan yang lain dan pada akhirnya menghabiskan energi secara percuma. Padahal, masih banyak perbuatan-perbuatan besar yang bisa kita lakukan demi kebaikan negara ini daripada hanya sekedar saling menghina satu antara lain.

Sekarang semuanya kembali kepada diri kita masing-masing. Jika memang garuda masih didada kita, mengapa kita harus terkotak-kotak dan saling menghina serta memusuhi. Bukankah Tuhan mengajarkan kepada kita untuk mencintai dan menyayangi sesama manusia dan menciptakan kedamaian serta bersama-sama bersatu membuat kebaikan bagi negara dan dunia?

Semoga saja para pendiri bangsa kita tidak menderita dialam kubur dikarenakan persatuan yang tidak kencang lagi di negara ini. Tujuan pendiri bangsa dan harapa mereka terhadap bangsa ini begitu besar dan tertuang dalam pancasila. Lantas, setelah enam puluh tujuh tahun merdeka, rakyat bangsa ini masih suka diadu domba dan bercerai berai, maka bukan tidak mungkin tujuan utama mereka mendirikan bangsa ini tidak bisa terwujud.

Selasa, 17 April 2012

Ketika Air Hujan Menggenangi Kota Kami

Genangan air dekat Fly Over ( Dok. Pribadi )
Hujan sepertinya menjadi ancaman tersendiri bagi penduduk yang kotanya akan masuk ke tahap metropolitan ataupun megapolitan. Mungkin itulah sebuah kesimpulan ketika melihat dan merasakan apa yang telah aku alami pada sore hari ini.

Sore ini, sebenarnya aku tidak ada agenda ingin keluar kantor. Namun dikarenakan ada sesuatu hal mendesak, akhirnya aku pun keluar dari kantor menuju sebuah toko untuk membeli perlengkapan agar dapat menghubungkan komputer dengan jaringan internet.

Sebelum keluar dari kantor, hujan tampak sudah mulai turun, walaupun hanya rintik-rintik saja. Dikarenakan berbagai pertimbangan dan analisis sederhana, akhirnya aku beserta dengan seorang teman pergi keluar dari kantor menuju toko yang menjual perlengkapan komputer. Namun, sebelum menuju toko tersebut, agenda utama adalah menuju Bank BNI, BTN, baru kemudian menuju toko tersebut serta pada akhirnya menuju Bank Mandiri dan Bank Muamalat, hingga akhirnya pulang ke kantor.

Ketika berada di Bank BNI, ternyata hujan turun dengan lebat. Terpaksa, kami harus menunggu sampai hujan sedikit reda. Setelah kurang lebih tiga puluh menit berteduh, akhirnya kami pun keluar dari Bank BNI dan menuju Bank BTN yang jaraknya hampir lima kilo meter lebih.

Tanpa diduga, ternyata selama perjalanan menuju Bank BTN tersebut air menggenang dengan tinggi yang bisa dibilang cukup merepotkan para pengendara motor. Di Jalan Jendral Sudirman, depan Bank BNI atau dekat dengan Masjid Agung, air yang menggenangi jalanan yang melalui kedua asset kota kami tersebut, ternyata sangat banyak.

Selain di Jalan Sudirman depan Masjid Agung, Jalanan depan Rumah Sakit Muhammad Hoesin pun, membuat para pengendara motor harus melototkan matanya dan harus memutar otak guna mencari jalan pintas ataupun langsung menerobos air yang menggenang tersebut, tentunya dengan resiko mesin motor akan mati.

Ternyata, air yang menggenang di Jalanan depan RS. Muhammad Hoesin tersebut belumlah terlalu parah. Kami pun mengalami kondisi air yang tergenang lebih tinggi dari depan rumah sakit tersebut, yaitu di Dekat Fly Over yang berada di persimpangan Jalan Basuki Rachmat. Air yang menggenagn tersebut, kurang lebih hampir mencapai tiga puluh centimeter.

Setelah berjuang dengan sebuah keyakinan, akhirnya aku dan temanku berhasil melewati dua genangan air tersebut, tentunya dengan resiko air mungkin saja masuk kedalam motor. Akhirnya, kami pun sampai ke Bank BTN yang berada diwilayah sekitar KM 5.

Genangan Air Dekat Mess Pertiwi ( dok. Pribadi )
Ketika urusan selesai dengan pihak Bank tersebut, kami pun harus menuju toko yang menjual peralatan komputer. Tentunya, sebagai orang yang mempunyai, kami tidak mau mengulangi kejadian yang sama dan akhirnya memilih jalan pintas. Namun sayang, jalan pintas tersebut juga banyak yang tergentang air. Genangan air yang cukup parah juga terdapat di Jalanan dekat dengan Mess Pertiwi dimana para pemain Sriwijaya FC menginap.

Ternyata, kota kami memang sudah rawan dengan genangan air. Baiknya, ketika telah melewati Mess Pertiwi tersebut, tidak ada genangan air yang cukup berarti hingga akhirnya aku dan temanku sampai kembali ke kantor.

Sebuah pertanyaan pun timbul selama perjalanan tersebut, bagaimana bisa, kota yang katanya Metropolitan harus bertarung melawan genangan air? setelah sedikit berfikir, ternyata kesimpulannya adalah kota aku sudah kurang pepohonan yang berfungsi untuk menyerap air ataupun daerah-daerah yang bisa menampung air. Semuanya sudah berganti rumah ataupun ruko-ruko yang bertingkat.

Seharusnya, pembangunan ruko ataupun rumah-rumah tersebut memperhatikan dampak yang akan timbul jika tidak ada sarana yang berfungsi untuk menampung ataupun menyerap air hujan. Jika sarana tersebut tidak ada, maka hasilnya genangan air seperti ini akan terus terjadi dan bahkan berulang. Tentunya tidak lucu kalau setiap hujan, masyarakat harus menikmati banjir yang mungkin bukan salah mereka.

Seharusnya pemerintah kota atau pemerintah provinsi mengantisipasi genangan air tersebut dan mencari solusi. Jangan sampai kota kami ini menjadi seperti DKI Jakarta yang mengalami banjir tanpa adanya penyelesaian sampai saat ini. Tentunya, warga juga pada akhirnya yang akan merasakan dampak dari banjir tersebut.