Kamis, 19 April 2012

P untuk Persatuan, bukan Perserikatan

Huruf P ( craftjr.com )
Judul diatas merupakan sebuah kesimpulan yang saya dapatkan setelah membaca komentar pada tulisan tentang sejarah Sriwijaya FC sesuai dengan yang saya ketahui. Sebenarnya, tulisan tersebut sudah lama dibuat, tetapi demi penyegaran informasi, akhirnya tulisan tersebut saya posting ke kompasiana.

Ternyata tulisan tersebut mengundang banyak sekali minat para pengunjung untuk membacanya dan juga memberikan komentar. Dari sekian banyak komentar tersebut, saya menilai bahwa sebagian besar komentar banyak yang tidak berbobot. Namun, ada juga komentar yang baik dan bersifat membangun. Komentar dari kompasianer (pengguna kompasiana) tersebut bertanya mengapa PS Palembang tidak kedengaran namanya dan mengapa PS Palembang tidak dibangkitkan kembali.

Komentar yang berupa saran tersebut memang layak ditanggapi dan sebaliknya saya pun menjawab bahwa memang pada saat ini progresifitas PS Palembang belum terlalu baik. Tapi setidaknya akan ada perbaikan yang dilsayakan oleh pengurus terpilih yang dilantik pada bulan september tahun 2011 yang lalu.

Saat ini, Romi Herton, Ketua Umum Pengurus Cabang (Pengcab) PSSI Kota Palembang sedang fokus kepada persiapan pemain usia dini dan juga pemain muda dalam membentuk menyiapkan tim PS Palembang.

"Dibandingkan klub profesional, saat ini kami memilih fokus menyiapkan PS Palembang muda dengan pemain asli dari Palembang untuk tim usia dibawah 13 tahun dan dibawah usia 18 tahun," jelas Romi Herton, Selasa (27/3/2012).

Selain dari komentar tersebut, komentar lainnya tidak saya tanggapin serius. Bahkan cenderung saya bolak-balik dan aku permainkan karena kalimat yang digunakan oleh mereka memang mengundang untuk dibolak-balikkan ataupun berpeluang untuk dipermainkan. Semua saya lakukan atas dasar senang-senang saja karena mereka juga berkomentar asal-asalan.

Tetapi, dari sekian banyak komentar pada tulisan tersebut, komentar tentang P adalah perserikatan, bukan persatuan, adalah sebuah komentar yang langsung menjadi penilaian dan sebuah kesimpulan mengenai yang terjadi selama ini.

Sebagai penikmat sepak bola, saya tidak memihak PSSI versi Djohar Arifin ataupun versi La Nyalla. Perasaan saya pribadi mengatakan bahwa saya tidak harus memihak salah satunya karena satu pihak merasa benar dan menyudutkan pihak lain. Begitu juga sebaliknya, pihak yang dituduh merasa benar dan kembali menuduh.

Saya tidak mau mengganggu orang yang memiliki prinsip mendukung ini ataupun mendukung itu. Saya hanya mendukung Sriwijaya FC dikarenakan saya merasa bahwa kehadiran Sriwijaya FC memberikan keuntungan bagi masyarakat Sumatera Selatan dan juga menjadikan hiburan baru yang mempersatukan semua masyarakat dari berbagai elemen dalam satu wadah kecintaan terhadap Sriwijaya FC.

Setiap tulisan yang saya buat, tidak mau menyudutkan pihak-pihak lain. Tulisan yang saya buat hanya tentang Sriwijaya FC, baik itu tentang serba-serbi pertandingan, hasil pertandingan, maupun informasi lainnya seputar Sriwijaya FC.

Kembali kepada judul, saya menilai bahwa masyarakat pecinta sepak bola tanah air Indonesia sudah terkotak-kotak. Mereka tidak bersatu, tidak ada persatuan lagi. Padahal, bagi mereka yang menjadikan pancasila sebagai asas yang penting untuk diterapkan, sila ketiga berbunyi Persatuan Indonesia. Persatuan Indonesia yang diartikan dengan semua rakyat Indonesia itu harus bersatu tanpa harus terkotak-kotak untuk mendukung ini ataupun mendukung itu.

Selain itu, Indonesia merupakan penduduk yang masyarakatnya lebih banyak beragama Islam. Pada ajaran Islam, terdapat ajaran bagi pemeluknya untuk menciptakan persaudaraan sesama muslim dan juga persaudaraan dengan sesama rakyat dalam satu negara. Bahkan, ummat agama lain juga diajarkan seperti itu, berdasarkan apa yang dilakukan teman-teman dari agama lain terhadap diri saya sendiri.

Tapi memang, sebagian rakyat kita masih mudah untuk diadu domba sehingga akhirnya persatuan itu pun hancur dan saling menghina antara satu dengan yang lain dan pada akhirnya menghabiskan energi secara percuma. Padahal, masih banyak perbuatan-perbuatan besar yang bisa kita lakukan demi kebaikan negara ini daripada hanya sekedar saling menghina satu antara lain.

Sekarang semuanya kembali kepada diri kita masing-masing. Jika memang garuda masih didada kita, mengapa kita harus terkotak-kotak dan saling menghina serta memusuhi. Bukankah Tuhan mengajarkan kepada kita untuk mencintai dan menyayangi sesama manusia dan menciptakan kedamaian serta bersama-sama bersatu membuat kebaikan bagi negara dan dunia?

Semoga saja para pendiri bangsa kita tidak menderita dialam kubur dikarenakan persatuan yang tidak kencang lagi di negara ini. Tujuan pendiri bangsa dan harapa mereka terhadap bangsa ini begitu besar dan tertuang dalam pancasila. Lantas, setelah enam puluh tujuh tahun merdeka, rakyat bangsa ini masih suka diadu domba dan bercerai berai, maka bukan tidak mungkin tujuan utama mereka mendirikan bangsa ini tidak bisa terwujud.
  • Stumble This
  • Fav This With Technorati
  • Add To Del.icio.us
  • Digg This
  • Add To Facebook
  • Add To Yahoo